Monday, October 24, 2011

Belajar dari Mereka


Menulis memang bukan pekerjaan mudah. Baru kali ini saya merasakan bahwa untuk membuat sebuah tulisan yang menarik dibutuhkan banyak hal.Banyak membaca adalah salah satunya. Saya kira banyak sekali penulis-penulis lahir dari seorang pembaca yang rakus. Saya memang suka membaca. Beberapa buku saya beli selain untuk mengisi waktu luang juga saya gunakan sebagai media belajar otodidak untuk mengetahui bagaimana seorang penulis yang mumpuni di bidangnya berkarya. Beberapa nama penulis sepertinya sudah menjadi daftar tetap pengisi deretan lemari buku saya karena beberapa kriteria yang saya tetapkan untuk sebuah buku yang baik ada pada karya-karya mereka.

Saya kagum dengan beberapa orang penulis. Saya baca buku-buku karya mereka. Saya cari ulasannya dari berbagai media. Saya datangi forum-forum yang mendatangkan para penulis tersebut sebagai panelis. Mencoba mempelajari proses kreatif dari masing-masing penulis yang saya kagumi tersebut, saya juga menambahkan mereka ke dalam daftar pertamanan di situs jejaring sosial sekadar untuk mengetahui kegiatan tidak pentingnya sehari-hari. 

Bukan untuk pertama kalinya pula saya hadir di antara kerumunan orang-orang yang juga mempunyai minat yang sama pada penulis-penulis favorit saya tersebut. Ada kalanya saya harus rela untuk tidak bisa mendapatkan tanda tangan karena posisi tersebut sudah 'direbut' oleh gerombolan anak-anak ABG yang sampai memadati arena panggung dan tak mau antri. Tapi, seringnya saya malah bertemu dengan beberapa penulis favorit saya justru pada saat yang tidak diduga-duga dan (yang paling penting) tak ada rombongan anak-anak alay yang membuat saya jengah untuk bisa dekat-dekat dengan penulis favorit tersebut.

Saya tidak menempatkan mereka pada posisi sebagai sosok yang mengagumkan. Saya selalu menilai bahwa mereka adalah orang-orang yang biasa-biasa saja. Beberapa kali saya ngobrol dengan penulis-penulis tersebut secara personal (meski sangat dibatasi oleh sempitnya waktu), mereka pada dasarnya suka dengan keheningan. Dan dari kesemuanya, saya hampir berani berhipotesis kalau penulis-penulis hebat itu juga merupakan orang yang suka jalan-jalan.

Yang membuat mereka bisa istimewa pada dasarnya adalah kemampuannya (yang di atas rata-rata) dalam menangkap setiap momen yang tidak dengan mudah bisa dirasakan oleh orang lain. Saya bisa merasakan hal tersebut dari narasi dan deskripsi yang tertuang dalam karya-karya mereka. Melalui karya-karya merekalah, saat ini saya sedang belajar bagaimana caranya menulis yang baik. Pelan-pelan, saya berusaha untuk bisa menulis yang baik. Semoga suatu saat, karya-karya saya bisa dipajang sejajar dengan karya mereka di deretan buku best seller seperti saat saya bisa berjejer bersama dalam frame foto-foto di bawah ini. Yah, semoga saja. It's only a matter of time to make it happen. Cheers!!! ;-)

Saya dan Ahmad Fuadi

Saya dan Dewi 'Dee' Lestari

Saya dan Trinity
Saya dan Agustinus Wibowo
Saya dan Andrea Hirata




Friday, July 08, 2011

menulis kisah perjalanan

jalan-jalan itu memang menyenangkan. tapi kebanyakan jalan-jalan itu juga melelahkan. apalagi kalau setelah jalan-jalan diharuskan untuk menulis pengalaman. saya memang suka jalan-jalan. tapi baru belakangan saya mulai suka untuk menulis kisah perjalanan.

beberapa kali saya juga ikut hadir di acara peluncuran buku jalan-jalan. sepertinya menyenangkan berada di antara orang-orang yang mempunyai passion yang sama. seperti ada sesuatu yang 'hidup' di diri ini layaknya semangat yang hadir tiba-tiba tanpa perlu diundang.

anyway, saat ini saya memang lagi giat-giatnya menulis catatan perjalanan. siapa tahu bisa jadi buku. biar saya tambah teman lagi kalau kisah-kisah saya banyak yang baca. syukur-syukur ada yang sampai terinspirasi. yang jelas, karena alasan itulah mungkin blog ini agak sedikit terbengkalai. tapi kalau boleh dipikir, lebih baik menyelesaikan apa yang sudah direncanakan jauh-jauh hari kan?

beberapa hari yang lalu saya sempat buka-buka file di laptop saya dan menemukan sebuah folder tentang resolusi tahun 2011. ternyata, di tulisan tersebut memang rencana untuk menulis buku sebisa mungkin diwujudkan tahun ini. saya menjadi agak sedikit tertampar membaca tulisan yang saya buat di awal tahun itu. begitu cepatnya menguap seiring dengan bergantinya hari dan bertambahnya jenis kesibukan. makanya, mengingat catatan tersebut, saya saat ini sedang memulai kembali apa yang dulu sudah saya rencanakan, mengingat-ingat apa yang sudah saya lakukan dalam perjalanan, menambahkan detail-detail di sana-sini sehingga lebih menarik.

oh iya, kopi dan laptop saya sudah menunggu. saya mau lanjut menulis dulu ya, mumpung hari masih Jumat, hari yang bagi saya sangat panjang dan nyaman untuk berkarya, karena saya (mungkin) masih punya dua hari libur yang siap digunakan untuk ... tidur. selamat menulis. dan selamat berkarya. ;=)

Tuesday, April 05, 2011

1 april

trip smp
senangnya bisa liburan bersama teman-teman sekelas.

31 Maret

di pulau komodo

Saat SMP, saya pernah diajak studi banding oleh guru saya ke Pangkalan TNI Angkatan Laut di Tanjung Perak, Surabaya. Saya berkesempatan blusak-blusuk kapal perang milik TNI AL yang bernama KRI Rencong. Kapalnya kecil dan sudah tua. Entah karena kurang anggaran, kapal-kapal seperti inilah yang banyak dimiliki oleh angkatan laut kita. 
Setelah acara di kapal selesai, saya melipir sendiri dari rombongan saat moving ke Museum Jalesveva Jayamahe. Gara-garanya, saya terpesona dengan KRI Dewaruci yang lagi parkir dengan gagahnya di sebelah museum. Saya pertama kali tahu nama KRI Dewaruci dari acara tivi (baca: TVRI) di acara iklan cinta tanah air sebagai jeda antara acara yang satu dengan acara berikutnya. Dan saat studi banding inilah saya pertama kali melihat KRI Dewaruci dengan mata kepala sendiri ada di depan mata. Rasanya pengen naik dan keliling Indonesia naik kapal tersebut. Sejak saat itulah saya bermimpi bisa mengarungi lautan luas naik kapal. Atau paling tidak ya naik perahu lah.
Acara jalan-jalan saya mengarungi lautan paling-paling ke Pulau Madura doang gara-gara ikut ayah mengantar murid-muridnya liburan sekolah. Itupun naik kapal ferry yang gak tau rasanya ada ombak tiba-tiba sudah nyampek aja di Pulau Madura. Setelah lulus SMA, saya bersama beberapa teman mencoba ikut sailing trip di Teluk Prigi, Kabupaten Trenggalek. Karena murah meriah, ternyata sailing tripnya berupa naik perahu nelayan keliling-keliling teluk lalu balik lagi ke pantai. Yaelah.
Jaman kuliah, mulai berani agak jauh naik perahunya, yaitu ke Kepulauan Seribu. Berangkat habis subuh dari Muara Angke naik perahu sekitar 3 jam keliling pulau di Kepulauan Seribu. Yah, lumayan ngerasa ada ombak dan angin laut. Bonusnya, bisa ketemu dengan lumba-lumba dan ikan cucut di alam bebas. 
Saat udah lulus kuliah barulah agak menggila. Awalnya karena ditawari oleh seorang teman untuk trip ke Pulau Komodo, Nusa Tenggara Timur. Saya pikir ke sananya akan naik pesawat ke Labuan Bajo dulu via Denpasar atau Mataram. Ternyata ke sana naik perahu. Sailing trip selama 4 hari mengarungi lautan dengan rute yang sangat panjang yaitu Senggigi-Mataram-Labuan Lombok-Gili Bola-Pulau Moyo-Pulau Satonda-Gili Laba-Pink Beach-Pulau Komodo-Pulau Kalong-Pulau Rinca-Pulau Kelor-dan berakhir di Labuan Bajo. Habis itu pulangnya naik campur-campur yaitu naik kapal ferry dari Labuan Bajo ke Sape, naik metromini dari Sape ke Bima via Raba, baru disambung naik bus ke Mataram lewat Dompu, Sumbawa Barat, dan Tano. Dari Tano naik kapal ferry lagi ke Mataram via Labuan Lombok. Wuih. Pikiran saya udah gempor duluan.  
Saya berpikir keras antara pengen ikut tapi takut gak kuat mengingat medannya yang cukup jauh dan penuh tantangan. Karena saya pikir kali ini ada temennya, maka saya iyakan saja. Kapan lagi coba bisa merasakan pengalaman sailing trip seperti yang saya impikan kalau tidak di mulai-mulai. Betul kan?
Dari perjalanan tersebut saya jadi tahu bahwa yang paling suka model trip seperti ini adalah bule. Buktinya yang ikut kebanyakan bule-bule tuh. Jarang banget ada orang Indonesia yang ikutan. Saya juga jadi tahu ternyata mengemudikan perahu itu susah dan beratnya minta ampun. Saya salut dengan Pak Seba, nahkoda yang ngajari saya mengemudikan perahu, bisa tahu arah sekalipun malam hari dengan hanya bermodalkan kompas butut.
Selama seminggu saya dibuat terkagum dan melongo melihat alam Nusa Tenggara yang gersang dan indah. Di kiri kanan berjajar pulau-pulau baik yang berpenghuni maupun pulau kosong, ada pepohonan atau hanya semak belukar, bergunung, berbukit, dan air laut dengan warna yang bermacam-macam: hijau, hijau toska, biru, biru muda, dan putih jernih atau campuran dari warna-warna tersebut. 
Pasir pantai pun bermacam-macam dari yang putih kasar, putih halus kayak bedak bayi, coklat, abu-abu, sampai yang merah muda ada semua. Belum lagi keberadaan tanaman dan hewan yang hidup liar di alam bebas. Baru kali ini saya melihat ikan terbang berlompatan di kanan-kiri perahu dengan cantiknya dalam jumlah besar. Ada juga ikan hias yang biasa ada di akuarium rumah-rumah mewah berseliweran di bawah perahu. Wah, kalau dipikir-pikir, gak salah kalau Indonesia disebut negeri cantik Zamrud Khatulistiwa. Saat sailing trip ini berakhir, saya baru benar-benar sadar bahwa ternyata Indonesia itu luas sekali. 
Setelah berhasil menaklukkan Lautan Flores, suatu saat saya ingin ikut Sail Banda kalau ada waktu dan uang tentunya. Yah, pelan-pelan asal kesampaian, gak ada salahnya kan punya cita-cita.