Thursday, September 24, 2009

Cuti

Halo,

Lama sekali rasanya blog ini dibiarkan sendirian tanpa ada entri baru. Sebenarnya saya kangen sekali untuk segera menulis lagi. Tapi, situasi yang ada sangat belum mungkin. Semua orang sedang tenggelam dalam euforia Idul Fitri. Saya, dari hati yang paling dalam mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1430 H. Mohon maaf lahir dan batin.

Beberapa rencana sudah saya susun, mulai dari memulai proyek ambisius yang dari dulu saya impikan sampai membuat entrian di blog saya. Beberapa kegiatan kreatif yang saat ini saya jalankan adalah menonton film-film bagus buatan asli Indonesia seperti Laskar Pelangi, 3 Doa 3 Cinta, Fiksi, The Photograph, Perempuan Punya Cerita, dan beberapa film yang lain. Selain itu saya juga membuat kliping untuk artikel-artikel yang dapat mendorong energi kreatif saya. Hari-hari cuti ini benar-benar fokus untuk liburan. Postingan ini tertulis karena saya tergoda untuk mampir ke warnet sebentar. Saya benar-benar rindu sekali untuk menulis.

Kegiatan-kegiatan saya sudah cukup padat dengan acara halal bihalal, reuni, ketemu ini itu, mencari air untuk mandi (damn kenapa PDAM harus mematikan distribusi air saat saya pulang ;=( ). But, everything is okey. Selain itu saya sempat mengunjungi obyek wisata air terjun Sedudo dan mendapatkan beberapa objek foto yang menarik di sana. Pokoknya liburan kali ini benar-benar menyenangkan. Cuti empat hari (dapet liburnya total 12 hari) terasa kurang. Namun di sisi yang lain, saya juga rindu habitat saya di Jakarta. Benar-benar rindu.

Bagaimanapun juga, kualitas pertemuan dengan orang tua harus lebih diutamakan. Keluarga tetap nomor satu. So, sampai di sini postingan saya, semoga segera bertemu kembali.

Have fun ya yang masih libur, buat yang udah ngantor lagi, selamat bekerja ;=)

Thursday, September 10, 2009

The Writer's Journal: Sebuah Blog Evolusi

Blog ini sebenarnya bukan blog baru. Meski secara esensial baru dibuat bulan lalu, namun pada dasarnya isi dari blog ini merupakan pindahan dari blog saya terdahulu dengan template yang berbeda. Saya menggantinya karena blog yang baru ini lebih menunjukkan 'saya'. Bentuknya standar dan tidak terlalu ruwet. Blog seperti inilah yang saya inginkan. Hal itu karena tujuan dari blog ini hanya untuk merekam perjalanan kreatif dalam karier kepenulisan yang saya jalani.

Blog-blog semacam ini sebenarnya banyak sekali bertebaran di dunia maya layaknya samudera tak bertepi ini. Blog yang menceritakan kisah keseharian dalam berbagi bentuknya masing-masing sesuai dengan pribadi si empunya blog. Melalui blog ini saya hanya ingin merekam langkah-langkah dan lika-liku saya selama menjalani hidup ini, sembari berusaha mewujudkan mimpi saya sejak kecil yaitu menulis buku.

Saya menyukai membaca. Dan membaca tentang pengalaman pribadi di masa lampau kadang-kadang juga dapat digunakan sebagai media untuk merefleksikan diri, berkaca, atau untuk sekadar mengevaluasi diri tentang sudah seberapa jauhkah sebenarnya kita melangkah, sudah seberapa melencengkah langkah kita dari tujuan semula, dan sudah seberapa banyakkah karya-karya yang dahulu kita impi-impikan akan menjadi kenyataan.

Blog ini tidak akan berisi tentang kehidupan pribadi saya. Ini hanya berfungsi sebagai sparing partner bagi kehidupan menulis saya. Bagi Anda yang mungkin tidak sengaja nyasar ke blog ini dan berusaha untuk mengetahui diri saya melalui blog ini, mungkin Anda akan menemui kebosanan saat membaca tulisan-tulisannya. But U know one thing abaut me, I tell u, I don't care. I'm not here to entertain anybody, or amuse anybody. Saya menulis blog ini karena saya ingin.

Tak ada ketentuan yang pasti atau semacam aturan yang baku dalam menulis di blog ini. Tak diperlukan kalimat-kalimat yang harus baku dan kaku. Saya pun tak mewajibkan diri untuk menulis dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Untuk blog ini, saya lebih suka menggunakan bahasa yang terlintas di kepala saya saat nge-blog. Jadi, bisa saja dalam satu tulisan, Anda akan mengetahui isinya terdapat bahasa Indonesia, Inggris, atau mungkin bahasa Jawa yang sangat kental melingkupi kehidupan sehari-hari saya. Hal itu tak menjadi masalah buat saya. Tapi secara umum, bahasa Indonesia akan sangat sering digunakan.

Tantangan dalam menulis blog ini sangat banyak. Terutama sekali adalah masalah waktu. Hal yang menjadi sangat mahal harganya bagi saya akhir-akhir ini. Tak tahu kenapa, yang jelas saya merasakan bahwa waktu kok rasa-rasanya berjalan lebih cepat dari biasanya. Segalanya menuntut serba cepat. Belum lagi kesibukan di dalam pekerjaan saya yang lain yaitu sebagai seorang abdi negara. Jam kantor biasanya akan habis seharian mengerjakan sesuatu yang sangat membosankan. Membosankan karena mungkin menjadi suatu kebiasaan yang kelihatannya menjadi sesuatu yang selayaknya begitu. Pulang kantor jelas merupakan waktu yang tepan untuk beristirahat ria untuk menyiapkan tenaga esok hari. Begitu seterusnya, siklus hidup yang saya jalani. Satu-satunya jalan yang dapat saya tempuh untuk menulis dan mengisi jurnal ini adalah pas di kantor. Yaitu kalau tidak sebelum jam kerja, ya sesudah jam kerja, jam istirahat atau mungkin curi-curi waktu di sela-sela jam kerja. Tapi satu hal garis batas yang tegas saya tarik di sini: saya tidak ingin pekerjaan saya yang lain terbengkalai gara-gara saya mengisi blog ini.

Yah, bagaimanapun cara dan keadaannya, saya hanya berusaha untuk mendisiplinkan diri agar secara teratur menulis. Itu saja yang paling penting buat saya. Saat ini.

Monday, September 07, 2009

Bahasa Inggris

Entah mengapa sampai sekarang saya belum lancar berkomunikasi dengan bahasa Inggris. Padahal pertama kali saya berkenalan dengan bahasa ini adalah ketika duduk di bangku SLTP. Saat itu saya merupakan murid terbodoh dalam kelas bahasa Inggris. Maklum, saya berada di kelas unggulan. Teman-teman saya satu kelas mayoritas adalah jebolan dari SD-SD favorit di kabupaten, sementara saya merupakan anak desa yang terdampar dan ikut bersekolah ke kota. Mereka sejak SD sudah mendapatkan bekal bahasa Inggris. Tapi itu bukan sebuah alasan tentu saja.

Pada dasarnya saya sudah belajar bahasa Inggris dengan sungguh-sungguh. Malah pernah waktu SMU, saya pernah mendapat nilai paling tinggi di sekolah waktu UAN. Hal yang membuat saya sekaligus guru-guru saya heran pada waktu itu. Pertama, karena saya bukan siswa yang diunggulkan untuk memperoleh nilai tinggi di mata pelajaran bahasa Inggris. Kedua, orang-orang cenderung underestimate pada saya mengenai kemampuan di bidang ini. Yah, memang, seperti yang pernah saya katakan pada tulisan saya kemaren, bahwa orang-orang akan cenderung meremehkan saya dalam suatu bidang sampai orang tersebut benar-benar mengetahui kalau saya mampu untuk melakukannya.

Yah tapi tidak masalah buat saya. Yang masih membuat saya bingung, mengapa orang lain kelihatannya sangat mudah menyerap bahasa Inggris dan mampu menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari walaupun interaksi mereka dengan bahasa tersebut mungkin sama dengan saya. Alias jarang banget. Saya melihat mereka mudah sekali bercakap-cakap dengan bahasa Inggris. Atau mungkin karena setiap kali akan ngomong dalam bahasa Inggris, saya agak grogi atau menganggap orang yang menjadi mitra saya dalam berkomunikasi memiliki kemampuan di atas saya. Kadangkala kepercayaan diri sangat mempengaruhi kelancaran dalam berkomunikasi.

Itu saya setuju. Tapi mengapa ya, untuk sekadar ngobrol dalam bahasa Inggris saja saya kagok, alias selalu tergoda untuk memakai bahasa gorila.

Saya kadang berpikir jika suatu ketika saya menjadi penulis terkenal dari Indonesia yang karya-karyanya dibaca oleh banyak orang di seluruh penjuru dunia, masuk televisi, dan undangan wawancara baik dari televisi lokal maupun televisi mancanegara berdatangan, terus apa saya harus menggunakan bahasa Indonesia terus?

Kadangkala permasalahan ini mengusik saya. Pernah saya berandai-andai ketika melihat acara talkshow Oprah Winfrey, bahwa saya adalah orang yang menjadi bintang tamu di acara tersebut. Wah sepertinya menyenangkan. Bisa ngobrol lancar dalam bahasa Inggris dengan ratunya acara bincang-bincang. Makanya berangkat dari hal itu, selain ingin mengasah kemampuan menulis, saya ingin mengasah kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Walaupun saya pernah membaca bahwa fokuslah pada apa yang menjadi keresahan hatimu dan fokuslah pada satu bidang saja. Tapi saya kira, keduanya berangkat dari sesuatu yang berbeda.

Menulis adalah hobi saya dan kegiatan itu sudah saya lakukan sejak saya duduk di bangku SLTP. Sedangkan bahasa Inggris merupakan jembatan bagi saya untuk meraih apa yang menjadi impian saya sewaktu kecil yaitu menjadi penulis. Bahasa Inggris menjadi semacam katalis dalam kegiatan kepenulisan saya. Bahasa Inggris akan membuat saya menjadi mudah dalam menyampaikan ide-ide atau pemikiran ketika saya ditanya oleh orang-orang yang tidak berbahasa Indonesia. Sekarang pun kalau saya sedang mengakses situs pertemanan seperti Facebook, acapkali bahasa Inggris membantu saya dalam berkomunikasi dengan orang asing. Tapi karena kemampuan saya dalam bahasa ini bisa dibilang pas-pasan, maka kata-kata yang keluar pun tak jarang adalah kata-kata umum sehari-hari yang mudah dipahami.

Yah not bad lah. Tapi jika suatu saat, dalam suatu kesempatan saya diajak seseorang untuk berkomunikasi dalam bahasa Inggris mungkin saya akan kelihatan kalau level saya masih berada di tahap basic. Pernah dalam suatu kesempatan di acara pameran buku, saya didatangi oleh orang bule yang menanyakan keberadaan money changer terdekat. Sebenarnya saya bisa menerangkan kalau keadaannya tenang. Namun karena panik, jawaban yang keluar dari mulut saya kebanyakan adalah e ee eee eee gak jelas yang sangat memalukan. Dan satu jurus yang paling menjijikkan di seluruh dunia yaitu kata-kata “I’m so sorry, I can’t speak English fluently”.

Memalukan. Sungguh memalukan. But It’s me. Anak desa yang terdampar hidup di kota besar dengan multietnis di mana kemampuan dalam bahasa Inggris sangat dihargai. Maka dari itu, saya akan mulai belajar lagi tentang bahasa Inggris. Dua kegiatan dalam satu waktu. Walaupun kelihatannya berat, tapi saya ingin membuatnya terkesan fun dan dibuat santai saja. Yang penting bisa berkomunikasi dalam bahasa Inggris dengan lancar tanpa harus berkata tidak bisa jika suatu saat diajak ngobrol. So, let’s start our study ;=)

Friday, September 04, 2009

Alasan (lagi)

Dua hari tanpa projek menulis yang jelas. Hanya membaca. Selebihnya adalah pembunuhan waktu yang sangat menakjubkan. Memang, proyek menulis ini merupakan sesuatu yang membutuhkan energi yang besar. Kadang kala saya ingin membuat ini terkesan biasa-biasa saja. Namun hasrat untuk menciptakan sesuatu, mendobrak kebiasaan lama, dan membuktikan bahwa mimpi harus dipunyai oleh setiap manusia. Mimpi akan membawa seseorang ke dalam suatu dunia di mana tidak setiap orang mempercayainya.

Entah kenapa, kebanyakan orang yang saya temui, jarang sekali mempunyai mimpi. Atau paling tidak, mereka mengatakan bahwa apa yang seringkali saya katakan adalah suatu kemustahilan. Saya merasa bahwa orang yang tidak punya mimpi cenderung bersikap pesimis. Mereka selalu memandang suatu hal dari sudut pandangnya sendiri, tanpa berpikir bahwa parameter yang mereka gunakan untuk menilai orang lain mungkin terlalu rendah. Saya sendiri kadangkala harus menetapkan standar tertentu untuk membuat penilaian terhadap orang lain. Namun jika saya rasa orang tersebut dari awal kelihatan seperti orang yang tak mempunyai mimpi, biasanya saya akan merasa malas berbicara dengan orang seperti itu. Atau mungkin begini ya, saya cenderung untuk menghindari atau mengurangi interaksi dengan orang-orang yang tidak mempunyai mimpi, hidup apa adanya tanpa ada sesuatu hal yang layak diperjuangkan dalam hidupnya, dan lebih lagi, saya tidak suka dengan orang yang suka meremehkan orang lain.

Beberapa kali orang memberikan penilaian yang lebih rendah terhadap apa yang saya harapkan akan dinalai bagus. Yah seperti biasa, dari dulu memang saya sering diremehkan. Namun, akhirnya mereka juga akan tahu bahwa saya bisa berhasil melakukan sesuatu yang dulu mereka pikir tidak dapat saya lakukan. Memang ada suatu kebanggaan tersendiri ketika kita dapat melakukan sesuatu yang orang pikir tidak bisa kita lakukan. Dan memang seperti itu yang saya inginkan. Saya tidak ingin mempromosikan diri bahwa saya bisa segalanya, menguasai segala bidang, dan lain-lain. Prestasi akan lebih indah diapresiasi apabila kita tidak pernah menyebut-nyebutnya sampai orang lain mengetahuinya sendiri. Saya pikir hanya orang-orang yang miskin prestasi saja yang akan berusaha mati-matian untuk memberitahu setiap orang bahwa dirinya berprestasi.

Dan, biasanya, orang-orang yang selalu mempromosikan diri, membuat dirinya kelihatan menonjol dalam suatu bidang, atau mempunyai kiprah dalam suatu hal, mereka adalah orang-orang yang tidak punya prestasi apa-apa dalam hidupnya selain dari apa yang sudah disebut-sebut dalam promosinya itu. Tak jarang juga, mereka juga termasuk dalam kategori orang bodoh, tidak mampu berpikir secara mendalam, dan dalam beberapa hal, mereka adalah pemalas.

Saya kurang suka dengan orang-orang seperti ini. Maksudnya, jika saya sering berinteraksi dengan orang-orang seperti itu, tidak mustahil gaya hidup pemalas akan menular ke dalam diri saya. Karena saya percaya bahwa dalam diri setiap orang, ada satu sisi yang menggerakkan seluruh tubuh untuk menuruti kemalasan, maka saya tidak ingin membuatnya semakin merajalela dengan menambah kemalasan tersebut melalui interaksi yang sangat tidak menguntungkan dengan orang-orang seperti itu.

Kegiatan menulis yang saya lakukan mungkin tidak terlalu banyak orang yang mengetahuinya selain keluarga dan teman-teman dekat. Saya sebenarnya ingin bahwa tak seorang pun mengetahui apa yang saya lakukan sampai suatu hal yang saya lakukan itu terwujud. Namun rasanya sangat sulit sekali menyembunyikan sesuatu seperti itu. Maka yang saya lakukan adalah mengurangi untuk berbicara dengan orang lain terutama tentang proyek menulis yang saya lakukan ini.

Pada saat saya menulis catatan ini, sungguh menjadi suatu kemewahan untuk menjumpai momen seperti ini. Menulis sendirian di sebuah ruangan tanpa ada yang mengganggu, suasana tenang tanpa ada interupsi. Mungkin suasana inilah yang juga didapatkan oleh penulis-penulis lain, yang mungkin saat ini sedang bekerja menciptakan karya seperti saya. Bedanya, mereka menulis karena memang sudah ada yang menantikan karya-karya yang akan mereka hasilkan, sementara saya menulis tanpa ada yang akan peduli untuk membacanya. Tapi itu bukan merupakan sesuatu yang menggangu buat saya. Mungkin saya justru merasa tenang menulis seperti ini, yaitu menciptakan karya tulis tanpa ada yang menggerecoki untuk segera menyelesaikannya. Sungguh suatu hal yang tidak nyaman jika kita berada pada suatu keadaan di mana kita dituntut untuk bekerja dan diawasi. Tak ada kebebasan di dalamnya sehingga apa yang terlintas di pikiran kita acapkali merupakan potongan-potongan pikiran atas kritikan atau pendapat dari orang-orang yang telah mengkritisi karya kita.

Tidak murni lagi. Mungkin istilah ini agak ekstrem, tapi menurut saya sesuatu yang lahir karena adanya permintaan akan menjadi sesuatu yang tidak utuh dan terasa tidak berjiwa. Dalam beberapa buku yang saya baca dari penulis-penulis yang sudah dikenal luas oleh masyarakat, ketika buku pertama terbit, saya mendapatkan suatu model pemikiran yang orisinal dengan jiwa atau ruh cerita yang utuh. Namun ketika penulis yang bersangkutan telah terkenal dan karyanya dibaca banyak orang, yang saya rasakan ketika membaca karya-karya selanjutnya adalah seperti makan sayur tanpa garam. Terkesan hambar. Orang-orang seperti ini mungkin yang terlalu menikmati kepopulerannya hingga sedikit demi sedikit melupakan tanggung jawab moralnya sebagai penulis untuk menghasulkan karya yang lebih berkualitas dari karya sebelumnya. Saya melihat beberapa penulis Indonesia seperti itu. Dan saya tidak ingin menjadi penulis seperti itu.

Tidak menampik kebenaran bahwa saya belajar dari kekonsistenan dari apa yang dilakukan oleh JK Rowling. Ia sangat konsisten menjaga kualitas dan kecemerlangan karyanya meskipun banyak pujian datang untuknya, banyak wawancara yang ia lakukan, dan serangkaian tur buku yang telah dijalankan. Namun ia tetap fokus pada apa yang menjadi niatannya ketika pertama kali menuliskan buku pertamanya Harry Potter and the Philosopher Stone. Yaitu menuliskan kisah Harry sampai akhir. Dan bisa dilihat hasil kekonsistenan itu menghasilkan buku yang sangat brilian yang mampu menggerakkan banyak orang di penjuru dunia menjadi manusia yang gemar membaca.

Saya juga mempunyai keinginan seperti itu. Menuliskan sesuatu yang bisa dibaca oleh orang lain di seluruh dunia dan orang suka dengan apa yang saya tulis. Saya yakin, apa yang menjadi modal dasar, ide yang menurut saya novel worthy ini, akan menjadi sebuah karya yang beda yang pernah dihasilkan oleh penulis-penulis Indonesia yang pernah ada. Saya yakin dengan hal itu. Yakin seyakin-yakinnya.

Ide ini juga datang karena interaksi yang intens dengan karya-karya, wawancara, buku-buku, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan JK Rowling. Saya berusaha untuk mempelajari langkah-langkah yang diambilnya sehingga bisa mengubah diri dari nobody menjadi somebody. Namu karya yang akan saya tulis nanti sangat berbeda dengan karya JK Rowling. Ia mendasarkan ceritanya pada kisah-kisah, legenda-legenda, mitos, atau apapun yang bersumber dari cerita-cerita Eropa. Dan saya berpikir, bahwa saya hidup di negeri yang luasnya sebesar Eropa, dengan keanekaragaman cerita-cerita rakyat yang mempunyai potensi untuk dijadikan sebagai sumber ide cerita. Dan saya sedikit demi sedikit melakukannya.

Saya tidak ingin karya yang saya hasilkan merupakan epigon dari karya orang lain. Kalau pada akhirnya tulisan saya yang akan menjadi trendsetter bagi penulisan cerita fantasi di Indonesia itu akan lain soal hehehe.

Yah siapa tau lah, kita kan tidak pernah tahu apa yang akan terjadi. Tapi karena ketidaktahuan itu yang membuat saya yakin bahwa saya akan menuliskan cerita ini. Sesegera mungkin. ;=)

Thursday, September 03, 2009

Memulai sesuatu itu sulit

Setidaknya itulah yang saya rasakan ketika saya berusaha untuk menciptakan sebuah karya tulis. Memang dari awal, apa yang akan saya lakukan adalah suatu hal yang sangat besar, yang orang pikir mustahil untuk saya lakukan. Tapi saya selalu percaya bahwa apapun yang menjadi cita-cita saya, apapun yang menjadi tujuan dan alasan saya menjalani hidup yang berharga ini, saya yakin bisa mendapatkannya. Asalkan saya berusaha dengan sungguh-sungguh.

Seperti biasa waktu terbuang dengan hebatnya dengan adanya pekerjaan kantor yang rasanya semakin hari semakin membosankan. Mungkin karena saya melakukan sesuatu yang saling berkebalikan, maka saya merasa bahwa kegiatan yang satu menyenangkan, dan kegiatan yang lain agak-agak menyebalkan. Tapi bagaimanapun juga karena itu merupakan sumber penghidupan saya, maka sebisa mungkin akan saya lakukan. Karena prinsip saya dalam bekerja adalah saya merasa layak dibayar mahal atas apa yang saya kerjakan. Dan apa yang saya kerjakan membuat orang merasa puas dan tak salah untuk memilih saya dalam melakukan pekerjaan dimaksud.

Kembali ke persoalan menulis. Kalau diijinkan untuk memilih, saya akan memilih menghabiskan waktu berjam-jam untuk menulis di sebuah ruangan yang membuat saya merasa nyaman dalam menuangkan ide tanpa perlu memikirkan uang. Maksudnya begini, saya ingin sekali suatu saat hanya menulis saja setiap hari, tanpa perlu harus berpusing ria dengan absensi dan segala macamnya bentuk birokrasi yang lumayan ribet itu. Saya ingin hidup dalam suasana bebas finansial. Tapi seperti yang dialami oleh penulis-penulis terkenal, bahwa mereka berangkat dari seseorang yang tak dikenal menjadi seseorang yang karya-karyanya ditunggu. Wah senang sekali rasanya hidup seperti itu.

Namun seperti kata pepatah kuno, bahwa rumput tetangga selalu lebih hijau, saya tetap bersyukur terhadap apa yang sudah saya raih dan terus menerus berusaha untuk meraih impian saya satu persatu.

Sampai sekarang tak satu pun karya saya hasilkan. Atau memang belum ya. Ide memang banyak berseliweran di kepala namun untuk menungkannya ini yang membutuhkan sedikit pemikiran yang menguras energi.

Makanya, bulan September ini akan menjadi semacam momentum untuk memulai menjalankan proyek idealis ini ke dalam bentuk yang lebih mendekati apa yang saya harapkan akan terjadi.

Tuesday, September 01, 2009

Kata pertama

Tak terasa, dua bulan sudah lewat tanpa meninggalkan jejak bermakna untuk dunia kepenulisan yang saya jalani. Kalaupun ada, itu hanyalah telah terbelinya sebuah notebook yang harganya bisa membuat orang sedikit tercengang begitu mendengarnya. Yah sebuah angka cantik melekat pada laptop ini. Rp 9.990.000,00. Saya berharap dengan terbelinya laptop ini akan membuat saya semakin rajin dalam menulis, menuangkan gagasan atau hanya sekadar sebuah ocehan yang berupa coretan-coretan tak penting, pokoknya harus menulis.

Sesuai dengan resolusi yang telah saya buat pada awal tahun 2009, bahwa tahun ini akan menjadi tahun di mana kerja keras harus segera dimulai. Sebuah pencapaian mimpi untuk menulis buku yang entah akan diterbitkan atau tidak yang penting harus bisa ditulis menjadi sebuah cerita yang utuh, menjadi sebuah bangunan buku dengan isi yang akan membuat diri saya senang membacanya, yang membuat saya bertanya-tanya sendiri, kelak kalau umur saya sudah tua. Bahwa ketika masih muda, saya pernah mempunyai sebuah mimpi yang menurut persepsi kebanyakan orang terlalu tinggi dan mustahil untuk dijalani. Apalagi diraih. Namun, saya dari dulu memang seseorang yang agak keras kepala mengenai mimpi dan cita-cita yang saya buat dan ingin saya wujudkan.

Mulai dari tulisan ini, saya berniat untuk menulis sebuah catatan harian mengenai perjalanan kreatif saya dalam menulis buku. Entah bisa atau tidak, yang penting yakin. Soal dalam perjalanannya akan menjadi lain itu lain soal. Yang penting di sini adalah kemauan dan kerja keras. Tak ada yang sanggup untuk menghalangi saya untuk menjadikan kesenangan saya ini tak terlaksanakan.

Malam ini, saya akan mulai untuk mengatur jadwal saya dan mulai untuk merancang strategi dalam menulis. Paling tidak, saya harus mempunyai target waktu yang jelas mengenai kapan buku tersebut akan jadi. Karena saya tahu bahwa saya adalah seorang pemalas. Seorang pemalas yang keras kepala. Mempunyai mimpi setinggi langit tapi kerjaannya suka menunda-nunda apa yang sebenarnya sudah ada di depan mata. Kalau dulu, alasannya adalah karena ketiadaan laptop, maka sekarang tiada alasan lagi yang bisa saya buat untuk berdamai dengan kemalasan.

Saya sadar bahwa pekerjaan yang merupakan kesenangan saya ini terbilang sangat berat. Selain energi dan pikiran, waktu adalah hal yang wajib dibutuhkan untuk merealisasikan hal tersebut. Hal-hal tersebut sangat mahal buat saya. Bahkan ketika menulis catatan ini pun, saya sudah berusaha untuk berdamai dengan diri untuk menyelipkan alasan-alasan supaya saya tidak menulis. Maka dari itu, setiap hari akan saya bangun motto dan persepsi bahwa TIADA HARI TANPA MENULIS. Menulis akan menjadi sebuah kebutuhan yang krusial bagi diri layaknya kegiatan makan, minum, dan buang air.

Di posting pertama catatan harian ini akan saya paparkan mengenai, hal-hal yang akan saya lakukan dalam rencana kerja saya. Yang pertama, mungkin adalah saya akan berusaha untuk menjaga hati, tidak banyak bicara (atau mungkin berbicara seperlunya saja) dan berusaha untuk mencari ide (brainstorming). Itu akan menjadi sebuah peperangan yang hebat karena pada dasarnya saya adalah orang banyak bicara. Ok, jadi mulai sekarang, ubah persepsi untuk mengalihkan kebiasaan berbicara dengan kebiasaan menulis.

Yang kedua adalah menyisihkan waktu sebagian untuk tetap membaca. Membaca itu penting terutama untuk membuat pikiran kita juga terisi dengan hal-hal baru yang tidak menutup kemungkinan akan menjadi semacam motor penggerak akan hidupnya ide-ide yang sudah terlintas di kepala.

Yang ketiga, tentu saja adalah menulis itu sendiri. Kegiatan ini akan menjadi semacam titik puncak dari serangkaian kegiatan kepenulisan yang pernah saya jalani selama ini. Dari mulai masih mengetik dengan mesin ketik sampai sudah mampu membeli laptop sendiri. Kegiatan menulis ini akan saya bagi ke dalam tiga kelompok besar yaitu menulis untuk buku utama, menulis untuk buku lain (misal kumpulan cerita) dan menulis untuk diikutkan dalam suatu perlombaan kepenulisan, serta menulis untuk blog. Untuk yang terakhir ini paling tidak tiap bulan harus ada minimal 5-6 entry di postingan blog. Terus yang ke dua tentang kumpulan cerita dan tulisan untuk lomba, untuk kumpulan cerita, ini akan saya buatkan folder tersendiri, di mana tulisan-tulisan yang diniatkan untuk ditulis ke dalam format cerita pendek dan tulisan-tulisan yang memang niat awalnya akan menjadi sebuah novel namun kenyataannya ide tersebut tidak novel-worthy, maka akan di masukkan ke dalam folder tersebut. Folder ini juga akan menjadi rumah bagi tulisan-tulisan yang akan diikutkan pada sebuah kompetisi penulisan.

Sekarang yang utama yaitu mengenai tulisan untuk buku. Ini akan menjadi hal yang luar biasa memerlukan tenaga ekstra. Saya akan mengalokasikan waktu paling tidak dua bulan itu, dua bab harus jadi. Syukur kalau bisa lebih. Itu akan menjadi semacam nilai lebih kalau memang bisa terjadi. Tapi saya akan berusaha. Jostein Gaarden saja mengalokasikan 10 jam waktunya untuk menulis. Maka, saya yakin, saya juga bisa melakukan hal yang sama. Paling tidak siapa tahu saya akan menjadi J.K. Rowling-nya Indonesia, yang mempunyai imajinasi luar biasa dalam mencipkan dunia fantasi.

Jadi secara ringkas, dalam satu bulan, produksi yang akan saya lakukan adalah 5-6 buah postingan dalam blog, satu atau dua buah cerita pendek atau apalah puisi, prosa, atau artikel, dan dua buah bab untuk proyek buku.

OK lah karena sudah malam, dan sudah capek banget, saya akan tidur sekarang. Mulai besok tugas ini sudah mulai dijalankan.

Bismillahirrohman nirrohhiim.