Friday, September 04, 2009

Alasan (lagi)

Dua hari tanpa projek menulis yang jelas. Hanya membaca. Selebihnya adalah pembunuhan waktu yang sangat menakjubkan. Memang, proyek menulis ini merupakan sesuatu yang membutuhkan energi yang besar. Kadang kala saya ingin membuat ini terkesan biasa-biasa saja. Namun hasrat untuk menciptakan sesuatu, mendobrak kebiasaan lama, dan membuktikan bahwa mimpi harus dipunyai oleh setiap manusia. Mimpi akan membawa seseorang ke dalam suatu dunia di mana tidak setiap orang mempercayainya.

Entah kenapa, kebanyakan orang yang saya temui, jarang sekali mempunyai mimpi. Atau paling tidak, mereka mengatakan bahwa apa yang seringkali saya katakan adalah suatu kemustahilan. Saya merasa bahwa orang yang tidak punya mimpi cenderung bersikap pesimis. Mereka selalu memandang suatu hal dari sudut pandangnya sendiri, tanpa berpikir bahwa parameter yang mereka gunakan untuk menilai orang lain mungkin terlalu rendah. Saya sendiri kadangkala harus menetapkan standar tertentu untuk membuat penilaian terhadap orang lain. Namun jika saya rasa orang tersebut dari awal kelihatan seperti orang yang tak mempunyai mimpi, biasanya saya akan merasa malas berbicara dengan orang seperti itu. Atau mungkin begini ya, saya cenderung untuk menghindari atau mengurangi interaksi dengan orang-orang yang tidak mempunyai mimpi, hidup apa adanya tanpa ada sesuatu hal yang layak diperjuangkan dalam hidupnya, dan lebih lagi, saya tidak suka dengan orang yang suka meremehkan orang lain.

Beberapa kali orang memberikan penilaian yang lebih rendah terhadap apa yang saya harapkan akan dinalai bagus. Yah seperti biasa, dari dulu memang saya sering diremehkan. Namun, akhirnya mereka juga akan tahu bahwa saya bisa berhasil melakukan sesuatu yang dulu mereka pikir tidak dapat saya lakukan. Memang ada suatu kebanggaan tersendiri ketika kita dapat melakukan sesuatu yang orang pikir tidak bisa kita lakukan. Dan memang seperti itu yang saya inginkan. Saya tidak ingin mempromosikan diri bahwa saya bisa segalanya, menguasai segala bidang, dan lain-lain. Prestasi akan lebih indah diapresiasi apabila kita tidak pernah menyebut-nyebutnya sampai orang lain mengetahuinya sendiri. Saya pikir hanya orang-orang yang miskin prestasi saja yang akan berusaha mati-matian untuk memberitahu setiap orang bahwa dirinya berprestasi.

Dan, biasanya, orang-orang yang selalu mempromosikan diri, membuat dirinya kelihatan menonjol dalam suatu bidang, atau mempunyai kiprah dalam suatu hal, mereka adalah orang-orang yang tidak punya prestasi apa-apa dalam hidupnya selain dari apa yang sudah disebut-sebut dalam promosinya itu. Tak jarang juga, mereka juga termasuk dalam kategori orang bodoh, tidak mampu berpikir secara mendalam, dan dalam beberapa hal, mereka adalah pemalas.

Saya kurang suka dengan orang-orang seperti ini. Maksudnya, jika saya sering berinteraksi dengan orang-orang seperti itu, tidak mustahil gaya hidup pemalas akan menular ke dalam diri saya. Karena saya percaya bahwa dalam diri setiap orang, ada satu sisi yang menggerakkan seluruh tubuh untuk menuruti kemalasan, maka saya tidak ingin membuatnya semakin merajalela dengan menambah kemalasan tersebut melalui interaksi yang sangat tidak menguntungkan dengan orang-orang seperti itu.

Kegiatan menulis yang saya lakukan mungkin tidak terlalu banyak orang yang mengetahuinya selain keluarga dan teman-teman dekat. Saya sebenarnya ingin bahwa tak seorang pun mengetahui apa yang saya lakukan sampai suatu hal yang saya lakukan itu terwujud. Namun rasanya sangat sulit sekali menyembunyikan sesuatu seperti itu. Maka yang saya lakukan adalah mengurangi untuk berbicara dengan orang lain terutama tentang proyek menulis yang saya lakukan ini.

Pada saat saya menulis catatan ini, sungguh menjadi suatu kemewahan untuk menjumpai momen seperti ini. Menulis sendirian di sebuah ruangan tanpa ada yang mengganggu, suasana tenang tanpa ada interupsi. Mungkin suasana inilah yang juga didapatkan oleh penulis-penulis lain, yang mungkin saat ini sedang bekerja menciptakan karya seperti saya. Bedanya, mereka menulis karena memang sudah ada yang menantikan karya-karya yang akan mereka hasilkan, sementara saya menulis tanpa ada yang akan peduli untuk membacanya. Tapi itu bukan merupakan sesuatu yang menggangu buat saya. Mungkin saya justru merasa tenang menulis seperti ini, yaitu menciptakan karya tulis tanpa ada yang menggerecoki untuk segera menyelesaikannya. Sungguh suatu hal yang tidak nyaman jika kita berada pada suatu keadaan di mana kita dituntut untuk bekerja dan diawasi. Tak ada kebebasan di dalamnya sehingga apa yang terlintas di pikiran kita acapkali merupakan potongan-potongan pikiran atas kritikan atau pendapat dari orang-orang yang telah mengkritisi karya kita.

Tidak murni lagi. Mungkin istilah ini agak ekstrem, tapi menurut saya sesuatu yang lahir karena adanya permintaan akan menjadi sesuatu yang tidak utuh dan terasa tidak berjiwa. Dalam beberapa buku yang saya baca dari penulis-penulis yang sudah dikenal luas oleh masyarakat, ketika buku pertama terbit, saya mendapatkan suatu model pemikiran yang orisinal dengan jiwa atau ruh cerita yang utuh. Namun ketika penulis yang bersangkutan telah terkenal dan karyanya dibaca banyak orang, yang saya rasakan ketika membaca karya-karya selanjutnya adalah seperti makan sayur tanpa garam. Terkesan hambar. Orang-orang seperti ini mungkin yang terlalu menikmati kepopulerannya hingga sedikit demi sedikit melupakan tanggung jawab moralnya sebagai penulis untuk menghasulkan karya yang lebih berkualitas dari karya sebelumnya. Saya melihat beberapa penulis Indonesia seperti itu. Dan saya tidak ingin menjadi penulis seperti itu.

Tidak menampik kebenaran bahwa saya belajar dari kekonsistenan dari apa yang dilakukan oleh JK Rowling. Ia sangat konsisten menjaga kualitas dan kecemerlangan karyanya meskipun banyak pujian datang untuknya, banyak wawancara yang ia lakukan, dan serangkaian tur buku yang telah dijalankan. Namun ia tetap fokus pada apa yang menjadi niatannya ketika pertama kali menuliskan buku pertamanya Harry Potter and the Philosopher Stone. Yaitu menuliskan kisah Harry sampai akhir. Dan bisa dilihat hasil kekonsistenan itu menghasilkan buku yang sangat brilian yang mampu menggerakkan banyak orang di penjuru dunia menjadi manusia yang gemar membaca.

Saya juga mempunyai keinginan seperti itu. Menuliskan sesuatu yang bisa dibaca oleh orang lain di seluruh dunia dan orang suka dengan apa yang saya tulis. Saya yakin, apa yang menjadi modal dasar, ide yang menurut saya novel worthy ini, akan menjadi sebuah karya yang beda yang pernah dihasilkan oleh penulis-penulis Indonesia yang pernah ada. Saya yakin dengan hal itu. Yakin seyakin-yakinnya.

Ide ini juga datang karena interaksi yang intens dengan karya-karya, wawancara, buku-buku, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan JK Rowling. Saya berusaha untuk mempelajari langkah-langkah yang diambilnya sehingga bisa mengubah diri dari nobody menjadi somebody. Namu karya yang akan saya tulis nanti sangat berbeda dengan karya JK Rowling. Ia mendasarkan ceritanya pada kisah-kisah, legenda-legenda, mitos, atau apapun yang bersumber dari cerita-cerita Eropa. Dan saya berpikir, bahwa saya hidup di negeri yang luasnya sebesar Eropa, dengan keanekaragaman cerita-cerita rakyat yang mempunyai potensi untuk dijadikan sebagai sumber ide cerita. Dan saya sedikit demi sedikit melakukannya.

Saya tidak ingin karya yang saya hasilkan merupakan epigon dari karya orang lain. Kalau pada akhirnya tulisan saya yang akan menjadi trendsetter bagi penulisan cerita fantasi di Indonesia itu akan lain soal hehehe.

Yah siapa tau lah, kita kan tidak pernah tahu apa yang akan terjadi. Tapi karena ketidaktahuan itu yang membuat saya yakin bahwa saya akan menuliskan cerita ini. Sesegera mungkin. ;=)

No comments:

Post a Comment